A.
Ruang Lingkup Pembukaan Wilayah Hutan
Ruang
lingkup pembukaan wilayah hutan adalah pemanenan hasil hutan baik kayu maupun
non kayu, ekonomi barang maupun jasa, dan ekologi hutan dimana dengan adanya
keteknikan dan pembukaan wilayah hutan, maka diharapkan penataan hutan
pengawasan dan pemeliharaannya dapat dilakukan seefektif dan seefisien mungkin.
B. Teori yang berkaitan dengan PWH :
Dalam
pengolahan hutan dikenal beberapa teori yang mendasari segala aktifitas
pengolahan hutan. Adapun teori tersebut antara lain yaitu :
a. Teori Von Thunen
Teori
von thunen ini merupakan teori yang berdasarkan pada kemampuan suatu wilayah
untuk dapat di akses oleh kendaraan yang berpengaruh pada sewa lahan yang
bergantung pada faktor jarak, dimana jarak akan mempengaruhi biaya produksi
yang mana dikeluarkan untuk transportasi menuju daerah atau wilayah yang akan
di akses sehingga menentukan sewa lahan.
b. Teori Ricardian
Teori
Ricardian ini dikenal pula dengan teori kesuburan tanah adalah teori yang
menjelaskan dimana sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembukaan wilayah
hutan (PWH) berdasarkan pada intensitas pemanfaatan lahan.
c. Teori Managemen Regim
Teori
Managemen Regim merupakan teori yang menyatakan tentang konsep dalam
pengembangan wilayah pemanenan hutan yang menjadikan kota sebagai sektor basis
atau industri pengolahan hutan.
d. Teori IUCN
Dalam
pengolahan Hutan Tanaman Rakyat ini teori yang di gunakan adalah teori
managemen regim. Dilihat dari dasar teori ini yang menyatakan bahwa konsep
dalam pengembangan wilayah pemanenan hutan yang menjadikan kota sebagai sektor
basis atau industri pengolahan hutan, maka jelaslah bahwa teori inilah yang
paling tepat untuk pengolahan Hutan Tanaman Rakyat ( HTR ).
Secara geografis Kabupaten
Bantaeng terletak pada titik 5o21'23"-5o35'26"
lintang selatan dan 119o51'42"-120o5'26" bujur
timur. Berjarak 125 Km kearah selatan dari Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan.
Luas wilayahnya mencapai 395,83 Km2 dengan jumlah penduduk 170.057 jiwa (2006)
dengan rincian Laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan 87.452 jiwa.
Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Pada bagian utara
daerah ini terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan Lompobattang.
Sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur terdapat dataran
rendah yang meliputi pesisir pantai dan persawahan.
Kabupaten Bantaeng yang
luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi alam
untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang dimilikinya ± 39.583 Ha. Di
Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung
2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten
Bantaeng sebesar 6.222 Ha (2006).
Karena sebagian besar
penduduknya petani, maka wajar bila Bantaeng sangat mengandalkan sektor
pertanian. Masuk dalam pengembangan Karaeng Lompo, sebab memang jenis tanaman
sayur-sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Kentang adalah salah satu
tanaman holtikultura yang paling menonjol. Data terakhir menunjukkan bahwa
produksi kentang mencapai 4.847 ton (2006). Selain kentang, holtikultura
lainnya adalah kool 1.642 ton, wortel 325 ton dan buah-buahan seperti pisang
dan mangga. Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditi utama
mengalami peningkatan yang cukup berarti.
Industri-industri yang berkembang
antara lain adalah industri pembersih biji kemiri, pembuatan gula merah,
pertenunan godongan, pembuatan perabot rumah tangga dari kayu, anyaman bambu
atau daun lontar dan lain-lain.
Konsep Pengusahaan hutan (HTR, Hutan Desa, HPH, HTI, HKM, Taman
nasional)
a. Hutan Tanaman Rakyat
Hutan
Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman yang dibangun oleh kelompok masyarakat di
kawasan hutan produksi dengan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan-Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHKHTR) dengan jangka waktu paling lama 100
tahun. Pengertian Hutan Tanaman Rakyat (HTR) secara historis adalah merupakan
penyempurnaan dari pola dan kelembagaan hutan tanaman yang telah ada seperti
Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Rakyat (HR)
b. Hutan Tanaman Industri
Hutan
tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan
produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan
potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka
memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan (PP 6/2007 bab 1 pasal
1:18).
c. Hutan Kemasyarakatan
Hutan
kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat (PP 6/2007 bab 1 pasal 1: 23). Hutan kemasyarakatan
(HKm), adalah hutan rakyat yang dibangun di atas lahan-lahan milik negara,
khususnya di atas kawasan hutan negara. Dalam hal ini, hak pengelolaan atas
bidang kawasan hutan itu diberikan kepada sekelompok warga masyarakat, biasanya
berbentuk kelompok tani hutan atau koperasi yang tidak dibebani hak.
d. Hutan Rakyat
Hutan
rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun
hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman
kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %. Hutan rakyat merupakan
hutan-hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat, kebanyakan berada di atas
tanah milik atau tanah adat, meskipun ada pula yang berada di atas tanah negara
atau kawasan hutan negara.
e. Hutan Desa
Masyarakat
yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan mendapat akses legal untuk mengelola
hutan negara dimana mereka hidup dan bersosialisasi. Hutan negara yang dapat
dikelola oleh masyarakat pedesaan disebut Hutan Desa. Pemberian akses ini dituangkan
dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2008, tentang Hutan
Desa, yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Adapun kawasan hutan yang
dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan
produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan serta berada
dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan
desa dilakukan oleh Menteri Kehutnan berdasarkan usulan bupati atau walikota.
Mengacu pada penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pada penjelasan
pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang dimanfaatkan oleh desa untuk
kesejahteraan masyarakat desa.
f. Hutan Adat
Undang-Undang
Kehutanan menyatakan bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang dikuasai negara
yang akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah yang mewakili
negara, berwenang menetapkan status hutan termasuk menetapkan satu wilayah
sebagai hutan adat. Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999, Hutan Adat adalah
hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolaannya diserahkan pada
masyarakat hukum adat. Berarti, masyarakat adat tidak diakui kepemilikannya
tetapi dapat memperoleh hak mengelola dan memanfaatkan hutan sebagai hutan
adat. Dan pemerintahlah yang berwewenang memberikan hak itu, melalui proses
pengakuan Masyarakat Adat yang masih hidup. Hutan adat adalah kawasan hutan
yang berada di dalam wilayah adat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari siklus kehidupan komunitas adat penghuninya. Pada umumnya komunitas-komunitas
masyarakat adat penghuni hutan di Indonesia memandang bahwa manusia adalah
bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan
harmoni. Penghancuran pranata-pranata adat dalam pengelolaan hutan adat secara
sistematis lewat berbagai kebijakan dan hukum yang dikeluarkan Rejim
Pemerintahan Orde Baru selama lebih dari 3 dasawarsa tidak sepenuhnya berhasil.
Banyak studi yang telah membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat adat di
Indonesia masih memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain yang berkembang dan berubah
secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem setempat.
g. Hak Pengusahaan Hutan
Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin yang diberikan untuk melakukan pembalakan
mekanis diatas hutan alam yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan pemerintah No.
21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan.
Pada waktu yang bersamaan, sistem budaya hutan disempurnakan melalui penerbitan
Pedoman Tebang Pilih Indonesia, yang kemudian disempurnakan lagi menjadi Tebang
Pilih Tanam Indonesia.
Dahulu hutan hanya berfungsi
dalam menyediakan kayu bakar dan sebaai gudang kayu konstruksi rumah serta
pertambangan. Setelah menuju era industri, hutan mulai difungsikan sebagai
penghasil bahan baku kebutuhan-kebutuhan, seperti kertas, kayu lapis, bantalan
kereta api, sandang dari rayon dan lain-lain. Bahkan sekarang fungsi hutan
semakin meluas menjadi:
a.
Hutan lindung, yang
menjaga kelestarian tanah dan tata air wilayah.
b.
Suaka alam, yang
melestarikan kehidupan tumbuhan dan hewan langka, sekaligus untuk pengembangan
ilmu, kepentingan kebudayaan, estetika, dan juga rekreasi.
c.
Hutan produksi,
yang menghasilkan kayu dan non kayu, seperti hasil industri kayu yang disamak
serta obat-obaan.
Walaupun demikian, fungsi
utama hutan tidak akan pernah berubah, yakni untuk menyelenggarakan
keseimbangan oksigen dan karbon dioksida serta untuk mempertahankan kesuburan
tanah, keseimbangan tata air wilayah dan kelestarian daerah dari bahaya erosi.
1.
Hutan Lindung
Air
mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk
keperluan air minum, pertanian, perikanan, industri dan sarana produksi
lainnya. Pengelolaan sumberdaya air tak terlepas dari pengelolaan sumberdaya
lainnya dalam Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam hal ini DAS diartikan sebagai
suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem
dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah pantai yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Hutan lindung (protection
forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok
masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya --terutama
menyangkut tata air dan kesuburan tanah-- tetap dapat berjalan dan dinikmati
manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Undang-undang RI no 41/1999 tentang
Kehutanan menyebutkan
„Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.“
Dari pengertian di atas tersirat
bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment
area), di sepanjang aliran sungai bilamana dianggap perlu, di tepi-tepi
pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai
fungsi yang diharapkan.
Dalam hal ini, undang-undang
tersebut juga menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai kawasan hutan
dalam pengertian di atas adalah:
„...wilayah tertentu yang ditunjuk
dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.“
Manfaat
dari Hutan lindung semakin nyata dirasakan saat ini. Apalagi dengan terjadinya
bencana alam dimana-mana, akibat dari pengundulan dan pengrusakan hutan. Selain
bencana alam seperti banjir dan tanah longsor pada musim hujan, pada musim
kemarau terjadi kekeringan di beberapa tempat. Manfaat hutan Lindung dapat
berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil
hutan bukan kayu.
Usaha
pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk
menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk mewujudkan
keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan
generasi yang akan datang.
Sedangkan
Fungsi Pokok dari Hutan lindung adalah sebagai kawasan perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk :
1.
mengatur
tata air,
2.
mencegah
banjir,
3.
mengendalikan
erosi,
4.
mencegah
intrusi air laut, dan
5.
memelihara
kesuburan tanah.
Dari
manfaat dan fungsi di atas dapat dilihat betapa pentingnya hutan lindung untuk
dijaga dan dipelihara. Dalam pengelolaannya harus sebijak mungkin agar semua
kepentingan pihak dapat terwujud terutama masyarakat di sekitar hutan.
Di dalam
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1998 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan
Pemerintahan, Pengelolaan hutan lindung diserahkan kepada Kepala Daerah Tingkat
II di dalam Kabupaten dan Kota.
Kegiatan-kegiatan
pengelolaan hutan lindung mencakup :
1.
kegiatan
pemancangan batas,
2.
pemeliharaan
batas,
3.
mempertahankan
luas dan fungsi,
4.
pengendalian
kebakaran,
5.
reboisasi
dalam rangka rehabilitasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung, dan
6.
pemanfaatan
jasa lingkungan.
2.
Hutan Produksi
Pengertian dan
Definisi dari Hutan Produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai
kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan
konsumsi masyarakat, industri dan eksport. Hutan ini biasanya terletak di dalam
batas-batas suatu HPH (memiliki izin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu.
Dengan pengelolaan yang baik, tingkat penebangan diimbangi dengan penanaman dan
pertumbuhan ulang sehingga hutan terus menghasilkan kayu secara lestari. Secara
praktis, hutan-hutan di kawasan HPH sering dibalak secara berlebihan dan kadang
ditebang habis.
Hutan produksi dapat dibagi
menjadi hutan produksi tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan
Produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Hutan Produksi Tetap (HP)
merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan perlakuan cara tebang pilih
maupun dengan cara tebang habis.
Hutan Produksi Terbatas (HPT)
merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Hutan
Produksi Terbatas merupakan hutan yang dialokasikan untuk produksi kayu dengan
intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini umumnya berada di wilayah
pegunungan di mana lereng-lereng yang curam mempersulit kegiatan pembalakan.
Hutan Produksi Yang Dapat
Dikonversi (HPK)
a. Kawasan
hutan dengan faktor kelas lereng jenis, tanah dan intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang
di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam
b. Kawasan
hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan
transmigrasi, permukiman pertanian dan perkebunan
BENTUK PENGUSAHA HUTAN
1. Agroforestry
Agroforestry
adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan
lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan
mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan
tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada
waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
Kawasan bengo-bengo termaksud
kawasan agroforesty karena di dalam kawasan tersebut terdapat tanaman kehutanan
dan pertanian, agroforestry merupakan kombinasi dari tanaman kehutanan.
Beberapa ciri penting agroforestri
yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree, (1982) adalah:
- Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.
- Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
- Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
- Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
- Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.
- Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
- Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.
2.
Hutan Budidaya
Telah
diketahui bagaimana hutan secara umum, yang dimaksud kawasan hutan adalah
kawasan yang berhutan maupun yang tidak berhutan dan telah ditetapkan untuk
dijadikan hutan tetap. Hutan tetap adalah hutan, baik yang sudah ada tanamannya
maupun yang akan ditanam atau tumbuh secara alami di dalam kawasan hutan.
Menurut
definisi hutan itu bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai
masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan
bawah, jasad renik tanah, dan hewan. Satu sama lain saling mengikat dalam
hubungan yang bergantungan. Untuk dapat disebut sebagai hutan, sekelompok
pepohonan harus mempunyai tajuk yang cukup rapat, sehingga merangsang
pemangkasan alami dengan cara menaungi ranting dan dahan di bagian bawah, serta
menghasilkan tumpukan bahan organik (seresah) yang sudah ternaungi maupun yang
belum. Di dalam kawasan tersebut terdapat unsur-unsur lain yang bersatu
misalnya tumbuhan yang lebih kecil dan bebagai bentuk kehidupan fauna.
Suatu
lapangan yang ditumbuhi pepohonan dikatakan sebagai hutan apabila luas minimum
lapangan yang ditumbuhi pohon sekitar ¼ hektar. Hutan seluas itu sudah dapat
mencapai suatu keseimbangan persekutuan hidup yang diperlukan sehingga mampu
memberikan manfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata air, maupun pengaruh
terhadap iklim.
Kehutanan
itu dapat dikatakan sebagai ilmu, seni, dan praktik mengurus sumber daya hutan
serta mengelola sumber daya hutan secara lestari agar bermanfaat untuk manusia
(Kardi dkk., 1992:7). Jika di lihat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
dituliskan bahwa kehutanan ialah sistem pengurusan yang bersangkutan
dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara
terpadu. Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya dan lestari untuk kemakmuran rakyat seperti yang telah
diberitakan bahwa terjadinya global warming dikarenakan penggundulan
hutan secara liar.
Penerapan
pengurusan hutan diantaranya sebagai berikut: a) Perencanaan kehutanan yang
dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan
penyelenggaraan kehutanan. Perencanaan kehutanan mencakup inventarisasi hutan,
pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah
pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan; b) Pengelolaan hutan yang
mencakup kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan dan pengunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi
hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alat; c) Penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan. Penelitian
dan pengembangan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurusan
hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatkan nilai
tambah hasil hutan. Pendidikan dan latihan bertujuan untuk membentuk sumber
daya manusia yang menguasai dan mampu memanfaatkan serta mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari.
Adapun penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatakan pengetahuan dan
keterampilan serta untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar dapat dan
mampu mendukung pembangunan kehutanan dengan kesadaran yang tinggi akan
pentingnya sumber daya hutan untuk kehidupan manusia; d) Pengawasan kehuanan
yang dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan
pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai maksimal dan sekaligus
merupakan umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan pengurusan hutan dimasa
mendatang.
Dengan
penerapan pengurusan hutan tersebut berkaitan erat dengan aspek pengelolaan dan
di dalamnya terdapat rangkaian kegiatan yang dilakukan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman untuk menjamin serta mempertinggi pemanfaatan hutan
secara lestari. Kelestarian hutan mengandung makna yang luas karena mencakup
kelestarian ekosistem hutan dan fungsinya untuk kehidupan seluruh masyarakat,
itu berarti bahwa semua komponen pembentuk ekosistem hutan harus ada dalam
kondisi yang sempurna agar fungsi hutan menjadi sempurna. Salah satu komponen
ekosistem hutan berupa tetumbuhan yang harus didominasi oleh pepohonan. Oleh
karena itu, wujud hutan sangat bergantung kepada keberadaan komunitas
tumbuhannya.
Untuk
memulihkan kondisi hutan yang rusak (tidak bervegetasi sempurna) diperlukan
kegiatan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan. Dalam kaitannya dengan
kegiatan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan melalui upaya penanaman kembali
pepohonan dalam kawasan hutan. Dalam kaitannya dengan kegatan rehabilitasi
lahan hutan, diperlukan penguasaan aspek budi daya hutan agar tujuan
pembangunan hutan dapat tercapai.
KOMODITAS
YANG AKAN DIHASILKAN HUTAN
1.
Kayu
Kayu
adalah bagian batang
atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami lignifikasi
(pengayuan).Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari memasak,
membuat perabot (meja,
kursi),
bahan
bangunan (pintu,
jendela,
rangka atap), bahan kertas, dan
banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga
dan sebagainya.Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa
dan lignin
pada dinding sel berbagai jaringan di batang.Ilmu perkayuan (dendrologi) mempelajari
berbagai aspek mengenai klasifikasi kayu serta sifat kimia, fisika, dan
mekanika kayu dalam berbagai kondisi penanganan.
PRASARANA YANG DI BUTUHKAN
1. Jalan
sarad
Yang
dimaksud “Jalan Hutan” pada tulisan ini, adalah jalan yang dibangun di hutan untuk melayani
tumbuhan hutan dan pemungutannya dikemudian hari. Banyak telah dipublikasikan tentang desain, konstruksi dan pemeliharaan
dari jalan umum/highway, tetapi sangat sedikit diketahui
tentang jalan hutan dalam hubungannya dengan
pemungutan hasil hutan yang harus dilayaninya, tentang kondisinya sehingga dapat memuaskan pekerjaan yang bersangkutan.
Pemanenan kayu adalah
pemanfaatan yang rasional dan penyiapan suatu bahan baku dari alam menjadi
sesuatu yang siap dipasarkan untuk bermacam-macam kebutuhan manusia. Kawasan
hutan pada umumnya merupakan wilayah yang terletak di pegunungan atau daerah
rendah yang berbukit-bukit sehingga kebanyakan mempunyai topografi miring
sampai terjal. Dalam klasifikasi hutan yang mendetail, luas minimum
masing-masing tipe hutan harus ditetapkan secara tepat. Pembagian yang terlalu
kecil justru mengurangi manfaat klasifikasi karena akan mempersulit
penyelesaian data dan perencanaan. Klasifikasi hutan secara garis besar
biasanya bermanfaat untuk perencanaan makro. Untuk menyusun rencana operasional
diperlukan klasifikasi yang lebih rinci (Arief, 2001). Jalan sarad sangat
diperlukan didalam pekerjaan penyaradan. Yang dimaksud dengan penyaradan adalah
kegiatan pemindahan log dari tunggak ketempat pengumpulan kayu (TPN/landing).
Jalan sarad merupakan jalur didalam pengangkutan kayu dari lokasi tunggak
ketempat pengumpulan kayu. Jalan sarad hanya dapat dilalui sebanyak empat trip,
hal ini dilakukan agar kualitas tanah tidak rusak akibat seringnya jalan
tersebut dilalui pleh kendaraan. Apabila jalan sarad ini dilalui lebih dari
empat trip kemungkinann besar traktor yang mengangkut log akan terperangkap di
dalam hutan akibat kerusakan jalan.
2. Tempat
Penampungan
Kegiatan pemungutan hasil hutan adalah semua
pekerjaan yang berkaitan dengan pelaksanaan penyiapan pohon yang masih berdiri
sehingga bisa dibawa keluar dalam bentuk kayu utuh atau berupa potongan –
potongan ke tempat pengumpulan sementara (TPn) maupun tempat penumpukan kayu
(TPK). Kegiatan pemungutan hasil hutan secara garis besar dibagi menjadi dua
macam kegiatan yaitu (Haryanto, 1987) :
1.
Kegiatan yang bersangkut paut dengan
masalah bagaimana penyiapan pohon agar
dapat dipindahkan dari petak tebangan.
2.
Kegiatan yang berkaitan dengan masalah pengangkutan
pohon itu sendiri setelah ditebang, dimana kegiatan ini bisa berlangsung di
dalam hutan maupun di luar hutan.
Menurut
Brown (1958) bahwa kegiatan pemungutan hasil hutan terdiri dari :
1.
Penebangan dan pembagian batang.
2.
Minor
transportasion. Kegiatan ini sering disebut penyaradan yaitu
pengangkutan dari blok/petak tebangan menuju TPn.
3.
Major
transportasion, disini terjadi kegiatan pengangkutan kayu dari TPn
menuju TPK maupun halaman pabrik pengelolaan kayu.
LANDASAN TEORI YANG DIGUNAKAN
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian
pemanfaatan kawasan lindung
3. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang
mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah.
4. Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar
berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama.
5. Kawasan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan
air hujabn sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna
sebagai sumber air.
6. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
7. Sempandan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
8. Kawasan Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk
yang mmepunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
danau/waduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar